...dan kini,
aku hanya bisa tertunduk terpaku dihamparan hari yang kelabu,
tiada lagi dapat ku berkata,
sebab lidah terlalu kaku tuk beraksara,
ada deru yang semakin menderu haru biru,
ada petir yang menyambar di hatiku,
dan hujan airmata mengundang lara..
abah...
aku masih belum percaya ini terjadi,
sebab semalam kita masih berbagi..
kau tiupkan nada merdu dengan seruling bambu,
sedang kami nikmati dan "batajik" di atas nada-nada itu,
sebab semalam kita tertawa bersama,
satu dalam rumpun seni mamanda..
abah..
aku masih ridu,
hangat tuturmu..
bijak sikapmu,
(tiada pernah satupun bentak yang bertengger di gendang telingaku)
abah..
rela saja aku ini kau tinggalkan,
namun orang bijak sepertimu pergi
hati siapa yang tidak merasa kehilangan..
abah..
selamat jalan,
hanya iringan do'a yang mampu kukirimkan,
beriring airmata yang tiada mampu kutahan...
"selamat jalan abah Ruslan Paridi"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar